Road to Jakarta #3 : Surat kepada L

Tahukah kau L, sudah 15 hari semenjak pertengkaran kita berlalu. Akupun sudah meminta maaf kepadamu. Tapi sepertinya memang ini yang terbaik. Ketika saya belum bisa menjadi dewasa, dan menyelamatkan hubungan kita.


Tahukah kau L, di hari itu saya menjadi orang paling egois sedunia. Ketika perjalanan puluhan ribu kilometer yang kutempuh, tidak bisa menyisakan sedikitpun waktu untukmu. Saya, yang merasa ingin tertawa bersama teman-teman saya. Menggelandang dari satu tempat ke tempat yang lain di kotamu.

Tahukah kau L, sepertinya ada yang salah di hatiku. Entah apa, saya pun tidak bisa memberitahukannya kepadamu. Apakah memang cinta itu seperti sebuah kembang api? Hanya terlihat indah ketika terbang menanjak dan kemudian menyemburkan cahaya indahnya. Setelah itu? Hanya bangkainya yang tersisa. Terjatuh dan tersembunyi dalam pekatnya malam.

Tahukah kau L, mungkin memang hidupku yang sedang tersesat saat itu. Ketika saya dengan mudahnya melupakanmu. Melupakan hasratmu yang telah tersimpan selama beberapa bulan. Sejak pertemuan terakhir kita di bulan Agustus. Entahlah L, kenapa bisa hatiku menjadi sedingin itu. Apakah memang jarak yang menjadi pemisah yang sangat tampak?

Tahukah kau L, bahwa memang saya, pada hari itu dikuasai oleh euphoria kebebasan. Ketika saya bisa menjadi diri sendiri, diantara teman-teman saya. Tetapi juga, saya harus sedikit menjaga image. Maklum saja, ada beberapa orang yang baru saya kenal. Dan begitulah memang sistem pertahanan diri saya, berusaha menjauh dan memasang dinding penghalang di setiap tingkah dan perilaku.

Tahukah kau L, di hari itu, ada banyak keadaan yang diluar kuasaku. Niat yang tadinya untuk bersenang-senang, ternyata berubah menjadi tidak nyaman. Semua atas dasar kesetiaan kepada teman. Walaupun saya akhirnya berpikir, untuk apa saya datang ke tempat itu. Hanya untuk membuktikan diri bahwa saya ada? Saya setia?

Entahlah L, entahlah. Yang jelas disinilah posisi kita sekarang. Sejak hari itu pertengkaran demi pertengkaran kita lalui. Ada yang tidak bisa kau mengerti dalam diamku. Maafkan saya L, begitulah saya. Ketika sejuta gulana meraja. Lebih baik saya diam, menunggu keadaan membaik dan memperbaiki semuanya satu persatu.

Entahlah L, entahlah. Ketika kau bertanya apakah saya bisa berubah. Semua sistem ini tidak berlangsung dalam semalam. Sayapun terus berusaha. Untuk membuka hati, membuka diri. Tidak menjadi sebuah toples yang isininya terlihat dari luar tapi tidak bisa dipegang isinya. Pelan-pelan L, mungkin waktu akan mengajariku untuk berubah.

Disinilah kita L, 15 hari berlalu sejak 30 Oktober. Hari yang mungkin tidak akan kita lupakan. Ketika saya melupakan sosokmu yang selalu menjagaku. Menopangku ketika saya sedang jatuh. Mun gkin memang saya lupa L, pada semua kebaikanmu. Dan keegoisan sangat menguasai hatiku. Egois karena kemerdekaan hidup terenggut oleh komitmen yang bernama hubungan.

Disinilah kita L, menjadi dua individu yang terpisah lagi. Biarlah saya menjalani dulu jalanku, supaya lebih berdewasa. Biarkanlah saya mencari dulu apa yang saya inginkan. Karena mungkin hatiku yang sudah kosong dan telah terbiasa kosong. Sehingga ketika ada seseorang yang mengisinya, rasanya menjadi aneh.

Maafkan saya sekali lagi L. saya belum bisa menjadi seseorang yang baik untukmu. Baik-baik disana. Jangan menangis lagi untukku. Karena saya tidak pantas untuk itu.

Image credit to MalvaAlcea

2 Comments to Road to Jakarta #3 : Surat kepada L

is this ur press release huny????

sediiiiiiiiiiiiiiiih!
T_T

tetaplah bertahan, my dear bear
ini memang berat tapi mungkin ini hal yang terbaik untuk semuanya. masih ingat pesanku dalam sebuah sms bukan?

*peluks*