Flashback

Ada satu kerinduan tersendiri ketika tidak sengaja saya menemukan beberapa tulisan saya yang terdahulu. entah itu untuk mata kuliah, cerpen dan novel yang tidak pernah terselesaikan, sampai tulisan yang tidak jelas yang berkisah tentang perasaan. flashback memory, saya menyebutnya demikian. mencoba kembali membuka jelujur pikiran tentang apa yang terjadi di hari kemarin. bukankah itu esensi dari sebuah tulisan? kita bisa melihat lagi peristiwa untuk kemudian hari.
tulisan ini saya buat ketika menyelesaikan tugas untuk mata kuliah Penulisan Kreatif (kalau tidak salah), dan yang saya bisa lakukan hanyalah menghela nafas bahagia sambil tersenyum membacanya.

Rabu, 22 Februari

Waduh… tampaknya semua mesti diperjuangkan dari awal lagi, masih dalam rangka membuat demo siaran untuk diajukan pada radio Suara Medika, ini merupakan syarat terakhir untuk tes kali ini, untuk menilai sampai sejauh mana taraf kreatif yang kita miliki. Jadilah saya sudah membuat satu konsep yang namanya “Talk Out Lecture”, dimana didalamnya akan dibahas satu hal yang begitu erat dengan keseharian kita dan akan dipandang dari berbagi segi seperti psikologis, humanistic, unik, bahkan sampai ke teknologi terbaru.
Bahannya sudah siap, sekarang yang jadi kendala terbesar yaitu, dimana saya bisa merekam suara saya?, sesudah meminjam headset milik uccank, ternyata tidak bisa dipakai di komputer saya yang ada di rumah, sebab noise yang ditimbulkan begitu besar, aku pun sudah mencari mike eksternal untuk mencoba berbagai macam kemungkinan, tapi tetap tidak bisa! Akhirnya aku menyerah untuk mencobanya di komputer rumahku, sekarang, satu-satunya harapanku yaitu bisa mengerjakannya di komputernya uccank. Tapi Uccank memberikan satu alternatif lain, yaitu mencoba memakai komputer yang ada di laboratorium audio visual. Dengan berniat tulus dan sebagai pengharapan yang terakhir, maka saya pun memohon kepada pak Subhan sebagai penanggung jawab mata kuliah Media Audio Visual untuk masuk di jam kuliahnya besok, memakai satu komputer yang akan merekam suaraku ini. Izinnya sudah dapat, sekarang yang jadi masalah yaitu… listriknya mati!!!


Kamis, 23 Februari

“oh God, Please Help me..”, setelah melalui malam yang tidak menyenangkan, memikirkan deadline pengumpulan demo siaran yan tinggal 2 hari lagi, aku terbangun hari ini dengan harapan yang besar. Bergegaslah saya untuk menyelesaikan semua ritual pagi saya sebelum ke kampus, dan setelah kelar semua, menujulah saya ke laboratorium harapan.
Baru saja saya melangkahkan kaki di FIS IV, saya mendapat satu kenyataan buruk, hujan deras! Waduh, bagaimana nih? Setidaknya ini bisa menjadi banyak sekali factor sehingga saya tidak bisa mengerjakan demo siaranku. Dan ternyata… memang benar! Hmm… Hujan kali ini membuat listriknya mati lagi dan itu Cuma berarti satu hal, komputer yang ada di lab belum bisa di coba plus Pak Subhan belum datang lagi, karena terhambat oleh hujan yang tidak juga reda. Apakah sampai disini saja perjuanganku? Tidak! Dengan berbesar hati saya berharap, semoga hujan reda sehingga pak Subhan bisa datang ke kampus, listrik mengalir dan hore komputer menyala….
Sayapun mendinginkan kepala didalam korps sambil bercanda dengan beberapa teman, kebetulan semua teman lagi sibuk soalnya minus seminggu lagi acara seminar penyiaran yang bekerja sama dengan radio BBC siaran Indonesia dan juga radio Smart, dan teman-teman masih dalam rangka penyebaran undangan ke kampus-kampus.
Daripada menghabiskan waktu dengan menunggu, saya pun mengajukan diri untuk menempel pamflet di sekitaran kampus dan mengantar undangan ke radio EBS dan juga radio yang ada di kampus Politeknik. Dengan ditemani oleh Jamil dan Dhani, menyusurlah kami di selasar-selasar kampus, mencari semua papan pengumuman yang dapat dipakai untuk menempel. Menyeberang Fakultas, melintas hutan dengan keadaan tanah yang becek. Sesampai di Poltek, kami pun mencari himpunan mahasiswa teknik ketika terdengar suara.”Iqbal!!”, ternyata itu sahabatku Nuri yang memang kuliah di Teknik Listrik. Jadilah dia sebagai pengantar kami di kampus Poltek itu menuju ke himpunannya. Setelah memberikan penjelasan sedikit kepada pihak radio kampus, kami pun berniat untuk balik ke korps, dengan rute yang sama, melintas universitas.
Ternyata memang yah, kalau kita berniat baik, pasti ada saja balasannya. Sesampai di kampus… listriknya sudah menyala!!! Akupun segera mencari Uccank untuk menghadap, dan masuk ke dalam Lab untuk mencoba komputer yang ada di dalam. Syukurlah hari ini, setidaknya saya mengetahui komputer mana yang akan saya pakai untuk membuat demo siaran.

Jumat, 24 Februari 2006

Bisa tidak yah demonya selesai hari ini? demi menyelesaikan demo, saya sih sudah berniat untuk tidak masuk kuliah dasar-dasar Publik Relations, tapi kemudian saya berpikir, toh tidak ada gunanya. Daripada bolos dan memiliki perasaan bersalah, mending ikut kuliahnya saya.
Setelah kuliah berakhir, saya pun mencari Uccank untuk masuk di Lab lagi, dan langsung menduduki komputer yang sudah saya tandai sebelumnya yaitu di komputer 6, segera saya menyiapkan bahan siaran dan lagu-lagu yang akan saya masukkan dan berkutat di dalam lab tersebut kurang lebih selama 2 jam penuh!! Kelar sholat Jumat, saya pun memindahkannya ke dalam cd yang nantinya akan saya bawa ke suara medika, dan sejenak saya pun bisa tersenyum dengan riang.
Setelah mengetahui sudah tidak ada lagi yang mau aku lakukan di kampus, akupun menyusur jalan melintas jasbog dan masuk di dalam fakultas kedokteran, lantai 3, dan menyerahkan demo siaran saya. Misi terlaksana!


Sabtu, 25 Februari 2006

Ternyata sudah akhir pekan lagi, dan itu waktunya untuk beristirahat, setelah seminggu yang penuh huru-hara. Tapi, saya sendiri tidak enak, niatnya mau ke kampus lagi, soalnya hari ini ada pelatihan “In House Training”, untuk membuat film, yah lumayanlah belajar gratis, tapi karena rasanya badan ini masih capek sekali, ternyat itu yang menang, maafkan saya teman-teman. Saya juga manusia, butuh istirahat.

Minggu, 26 Februari 2006

Cerah, ceria, membakar, Cuma itu yang terlihat hari ini, dengan matahari yang bersinar cerah. Sungguh hari minggu yang indah! Jadi malas nih kalau bermalas-malasan, jadi saya mengambil cucian yang sudah menumpuk, menumpuk dan menumpuk dari seminggu lalu. Dan kerja rodi dimulai, beresin kamar, ngepel, jemur kasur dan segala kegiatan sacral lainnya, jadinya capek! Malam pun datang tak terasa, kulajukan motornya pace, ke studio Sonata untuk siaran malam. Dan sebagai catatan, ini merupakan siaran malam saya yang terakhir, jadi yah.. rada sedih juga. 3 jam siaran banyak sekali sms yang masuk ke handphone saya, untuk merequest lagu, kok kayaknya malam ini meriah sekali yah? Jadi terharu juga…

Senin, 27 Februari 2006

Banjir… banjir… banjir… saya tenggelam! Hehehe, bercanda lah, tapi mengenai banjir itu bukan berita bohong. Hujan yang sudah sedari malam turun membasahi bumi Makassar, tampaknya belum juga akan menunjukkan tanda-tanda akan reda. Dan tampaknya menjelang pagi hujan semakin deras saja, dan benarlah adanya, air yang ada di kanal depan rumah sudah penuh, itu berarti sudah tidak mampu lagi menampung air. Sekitar pukul 6 pagi air sudah tampak naik di teras rumah, sayapun bersama mace, serta adik menaikkan semua barang diatas tempat tidur, komputer, semua buku-buku saya, pyuhh… semuanya mesti terselamatkan. Memang sih, banjir ini sudah menjadi tradisi tahunan di rumah saya, karena memang posisi rumah yang lebih rendah dari badan jalan, sehingga air semua tergenang depan rumah. Apakah posisi geografis juga berpengaruh? Entahlah, yang jelasnya, rumah saya terletak di tengah-tengah. Di depan kanal, belakang sungai Je’neberang,



Selasa, 28 Februari

“Terkadang ada beberapa hal yang tidak terjadi sesuai harapan kita, dan terkadang bila harapan kita tidak terwujud, yang benar-benar terjadi biasanya justru lebih baik”
- Looking For Alibrandi –


Sedih. Cuma kata itu yang mampu mendiskripsikan perasaanku pagi ini. kenapa, ini merupakan siaran terakhir saya di radio Sonata, acara Morning Sound. Dan selama 3 jam penuh saya menemani semua sahabat sehati sebaya muda, rasanya semua memori dan kenangan di tempat ini berulang dengan cepat, mulai dari masa training, dimarahi oleh bos, sampai masalah dengan teman sesama penyiar. Pagi ini juga sengaja saya memilih semua lagu yang sangat berkesan dengan saya, untuk sedikit mengingatkan akan pertemuan terkhir di tempat ini. well, inilah akhirnya, mungkin ada waktunya aku memikirkan lagi, akan kemana kaki ini melangkah ke hari yang kedepan. Toh setidaknya saya harus berani untuk keluar dari zona aman saya, dan berjuang lagi untuk mencari tempat berpijak yang lain.

Berperang (lagi)


Saya menyadari perjalanan terakhir ini tidak mudah. Dan tidak akan pernah mudah. Terbukti dari sekian banyak yang mengambil perjalanan ini, hanya sebagian (kecil) yang baru bisa menyelesaikannya. Itupun masih di pos persinggahan sementara. Sebagian sudah akan seminar proposal. Sudah mengeluarkan segenap tenaga. Dan itulah pembuktian mereka. Saya? Masih tertatih-tatih. Kalau bisa dikatakan saya malahan harus sedikit merubah rute perjalanan saya. Ada pengakuan yang keluar, bahwa memang konsep yang selama ini ada di dalam kepala saya tidak akan segampang itu. Kalau memang konsep yang semula akan saya ajukan sebagai tugas akhir, hanyalah sekedar pengikutan akan karya orang lain. Dan hasilnya? What a fuck! Semua konsep yang telah terbangun (dengan dasar yang tidak kuat, memang) akan hancur juga. Ketika saya memikirkan bahwa tinggal sedikit lagi saya akan menyelesaikan beberapa lembar BAB I, ternyata semuanya berubah!

”yang membedakan konsep sebuah skripsi dengan paper yaitu kau harus mempunyai suatu landasan teori komunikasi yang menjadi acuanmu. Kalau paper hanyalah penjelasan biasa saja mengenai suatu masalah. Ini lah nantinya yang akan menjabarkan akan kemana penjelasan yang akan kau urai mengenai masalah yang kau angkat. Kalau judul yang kau utarakan sekarang larinya akan jatuh ke konsep manajemen, sedangkan kamu anak komunikasi kan?” – ini kata kak Jimut

”sekarang kau yang memilih dari mana kau berangkat. Apakah kau berangkat dari sebuah teori komunikasi yang telah ada, kemudian kau mengujinya pada suatu kasus. Apakah teori komunikasi teresebut masih relevan dengan kasus yang kau angkat. Ataukah kau berangkat dari sebuah masalah, kemudian kau mencari teori komunikasi yang bisa menjelaskan mengapa masalah tersebut bisa terjadi.” – ini kata bang Ompe

”nah, tergantung apa pertanyaan penelitianmu. Ini yang akan menggambarkan apa yang akan kau paparkan di proposalmu.” – ini kata kak Riza

”kalau begitu akan melebar sekali konsep penelitianmu. Mending kau menarik persektif lain untuk melihat hal yang akan kau teliti. Bisa dari konsep kreatif iklannya, ataukah konsep efektifitas suatu iklan di radio. Disini bisa dicari konsep yang lain yang bisa kau ajukan.” – ini kata kak Norman

”kasih mengerucut dulu masalahmu. Masih absurd sekali masalah yang mau kau angkat. Nah setelah itu cari teori komunikasi yang bisa menjelaskannya. Bisa satu atau dua. Kalau memang teori tersebut mendukung satu sama lain. Sudah kamu baca buku philip kotler? Nah disitu kau bisa menggunakan dan mencari teori periklanan yang cocok. Atau cari bukunya dennis mcquail. Kau bisa gabungkan keduanya. Ingat, tidak mesti dua teori kamu pakai. Bisa saja satu asal mendukung apa subjek penelitianmu. Tapi yang jelas, yang harus kamu tentukan sekarang apa subjek yang akan kau teliti?" – ini kata Maryn

Huah! Tidak harus berkata apa sekarang. Menyerah? Bukan itu jalan keluar. Walaupun ada perkataan maryn yang sempat menyentak dan mengeluarkan kembali pikiran itu,

”memang susah mengerjakan proposal. Apalagi kamu juga kerja kan? Belum lagi kalau kamu pulang, pasti capek. Tidak sempat untuk membaca. Cuti saja dulu dari kerjaanmu, itu kalau kamu mau fokus di skripsi”

What? Sempat terpikir itu menjadi jalan keluar terbaik. Menyelesaikan dulu masalah dan utang terakhir. Karena skripsi ini adalah pembuktian terakhir. Tapi janganlah, apakah kita akan menyerah sedemikian gampang?

”itulah yang membuatnya berbeda. Ada kenyamanan dan tanggung jawab yang harus kau emban. Dengan kerjaanmu yang sekarang. Memang berat, tapi bukankah kau mengatakan kamu sudah mendapatkan kenyamanan finansial? Jadi hadapi saja” – ini kata Nuri

Ya, setelah perjuangan beberapa hari untuk mencarikan RAM buat komputer, setelah perjumpaan beberapa kali dengan darma untuk sekedar berkonsultasi dengan pembimbing akhir, setelah pertimbangan beberapa kali untuk membeli printer, setelah penilaian berkali-kali untuk membeli buku, semua ujung pertanyaan ini bukankah untuk satu jawaban? Proposal yang akan segera terkerjakan.

”ini adalah tembok yang harus kamu hadapi. Kalau memang kamu sudah berusaha untuk menembusnya dan tetap tembok itu tidak runtuh juga maka berhentilah. Berhenti bukan berarti berhenti untuk mencoba. Tetapi berhenti untuk membuang tenaga di tempat yang kamu tahu tidak akan menghasilkan apa-apa. Yang harus kamu akali sekarang mencari apakah di bagian tembok itu ada bagian yang retak ataukah ada bagian yang semennya tidak rata. Bisa jadi bagian ini yang rapuh dan bisa kamu runtuhkan dengan kekuatan kamu sekarang. Jangan pernah berhenti untuk mencoba. Cuma masalah waktu saja sampai kamu bisa melaluinya.” – ini kata kak Marni

Besok dua sahabat akan seminar proposal. Dwi, sahabat yang pernah menjadi rekan dalam kejahatan di kelas statistik. Sahabat yang mengenalkan pada biblioholic. Sahabat yang tidak pernah mentertawakan ketidak tahuanku. Sahabat yang selalu bisa diminta bantuan. Sahabat yang selalu tertawa bersama. Gaga, sahabat yang sangat mengerti saya. Sahabat yang menjadi penenang. Sahabat yang selalu bisa dijadikan tempat untuk pulang. Sahabat yang selalu ada. Semangat teman! Kami selalu bersamamu.

Sekarang apa yang akan saya lakukan? Sudah tergambarkan. Sudah ada planning yang akan saya jalankan. Sekarang saya akan merubah sedikit titik penelitian saya. Lebih banyak berbicara dengan orang lain yang lebih berkompeten. Lebih banyak membaca lagi. Dan tentu saja lebih banyak merendahkan hati lagi.

Cuma satu pada akhirnya. Kita akan berperang lagi.