FURT




Ohhh, you know, you know, you know, I'd never ask you to change.
If perfect's what you're searching for then just stay the same.
Sooo don't even bother asking if you look okay, you know I'll say...

(Bruno Mars - Just The Way You Are)

The last angel on Rush

Itulah deskripsi sederhanaku tentangnya. Ditengah-tengah teman angkatan yang memiliki dosis kegilaan diatas rata-rata, dia bisa hadir dan menjadi penyejuk bagi kami semua. Dia seperti Maria Mercedez yang selalu baik hati walaupun disakiti. Bahkan dia juga diceritakan mirip Lala di serial Bidadari karena kebaikannya. Selalu tersenyum apapun yang terjadi padanya.



Namun itu dulu, cerita kami sewaktu masih memiliki rumah yang sama di kampus. Terikat oleh persaudaraan di angkatan yang sangat aneh. Sekarang episodenya sudah berubah, dia sudah berubah menjadi seseorang yang sangat teguh dengan mimpinya. Dengan semua yang dicita-citakannya. Dia yakin dan dia sedang menjalani mimpinya.

Saya berkenalan dengannya melalui proses singkat di pra ospek. Siapa yang akan melupakan rumahnya? Rumah pertama dimana kami menjadi saudara yang saling berbagi. Dimana saya tidur di tempat cucian piring dan pergi ospek tanpa mandi. Bagaimana saya bisa melupakan itu semua?

Jawabannya tidak mungkin dan tidak akan pernah. Saya masih ingat dikala dulu saya masih sering tersesat. Dia selalu bisa menjadi pendengar yang baik. Sekisruh apapun cerita yang saya berikan kepadanya, dia selalu bisa menerimanya. Selalu bisa menenangkanku. Bukan hanya di koridor kampus saja kami bercerita. Disela-sela menunggu jam kuliah, di halte depan baruga, semuanya pernah mendengar cerita kami.

Dia selalu berkata iri pada saya, karena kemampuan rotasi pertemanan saya yang begitu hebat. Tanpa pernah dia ketahui, lebih dari itu rasa kagumku padanya. Saya, yang merasa anak kota, terlanjur tenggelam dalam budaya pop, merasa tidak tahu apa-apa ketika berbicara dengannya mengenai filsafat ataupun tentang hidup. Ketika saya mengklaim sudah melakukan penelitian bersama remaja, dia lebih mahir dan paham tentang hal ini. Dia dengan semua keistimewaannya.

Ada satu yang bisa kau tandai dari dirinya. Siapa yang akan lupa pada matanya? Penuh rasa optimis yang membuncah, walaupun pernah juga kami berteman dalam kegundahan. Apakah kau masih ingat Nobody’s Home dan How Does It Feel yang selalu kita nyanyikan bersama? Karena dengan begitulah kita bisa merasakan satu sama lain.

Ada malam-malam panjang dan hari-hari yang menyejukkan ketika bersama dia. Ketika dosis kegilaanku dalam taraf akut, dia bisa melihatku apa adanya. Tanpa pernah menjudge, tanpa pernah menilai. Karena dia sudah tahu bagaimana dalam-dalamnya saya. Dia menjadikan dan terus mengingatkan ku bahwa saya masih manusiawi, karena dia masih mau dekat denganku. Bahkan ketika percaya kepada diri sendiri pun tidak mampu kulakukan.



Disinilah kami, masing-masing berpisah jalan. Mencoba meretas dan mencoba mewujudkan mimpi kami. Masih ingatkah kau pada mimpi bodoh kita berdua? Bahwa kau akan menjadi reporter handal salah satu majalah musik dan saya akan menjadi penyiar di radio ibukota. Dengan begitu kita akan selalu bisa bersama, berbagi cerita dan berbagi kegilaan.

Ada banyak rahasia yang tersimpan padanya. Bukan hanya dari saya saja, tapi ada banyak orang lain yang mempercayakan hidupnya. Pada setangkup keteduhan wajah, yang sanggup menghilangkan semua gundah walaupun sesaat. Saya sendiri? Entah sudah berapa banyak rahasiaku dipegangnya, bahkan untuk kartu rahasia terakhir pun dia sudah lama tahu. Karena saya tahu, saya bisa mempercayainya segenap jiwa dan raga.

Beberapa jam lagi dia akan bertambah usia. Semua doaku teriring untuknya. Dikala semua orang bahkan ragu kepada mimpinya, dia tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana untuk mendapatkan mimpi itu. Selamat ulang tahun, Erma Musriyanti. Terima kasih untuk semua sandaran yang telah kau berikan kepadaku. Terima kasih untuk semua telinga yang kau berikan untuk semua cerita bodohku. Dan terima kasih untuk semua keyakinanmu bahwa tiap orang bisa mendapatkan mimpinya masing-masing suatu saat nanti. Karena Tuhan tidak pernah berbohong, dan kaulah malaikat terakhir di angkatan kita.

Warm hugs,
iQko

nb : kalau kau sabar menanti sampai awal bulan, saya akan mengizinkanmu memesan pizza apa saja kesenanganmu :D

3 Doors Down - Be Like That




With a safe home,
and a warm bed,
on a quiet little street.
All she wants is just that something to hold on to.
That's all she needs.

(3 Doors Down - Be Like That)

Balada meja makan

Semalam, selepas makan malam bersama beberapa teman kantor ada satu hal yang menggelitik pikiranku. Obrolan sepanjang perjalanan pulang itu menjadi menarik karena membahas satu hal yang paling sensitif di rumah. Masalah meja makan.



Kenapa masalah sepele tersebut bisa menjadi sangat krusial? Bayangkan sajalah, bagaimana nasib kami, para pegawai yang masih harus tinggal di kantor selepas jam kantor selesai? Maka yang menjadi alternatif untuk makan malam adalah singgah di warung atau tempat makan terdekat. Sekedar mengganjal perut ataupun bercerita mengenai hari yang dijalani di kantor.

Problemnya adalah, bagaimana ketika dirumah juga sudah menunggu seorang istri dengan segala jamuannya? Pertanyaan retoris yang hanya dijawab oleh beberapa teman yang sudah menikah,

“Yah, sampai dirumah makan lagi. Menghargai istri yang sudah memasak.”


Persoalan sederhana yang bisa menjadi persoalan domestik. Ketika seorang perempuan harus mengeluarkan segala daya dan upaya untuk menyajikan masakan tersebut. Belum prosesi tawar menawar di pasarnya, belum ketika masak mungkin kecipratan minyak goreng, tangan teriris, dan lain sebagainya, membuat acara memasak laksana sebuah medan perang yang dimenangkan dengan sajian makanan lezat di meja makan.

Sanggupkah kita menghargainya? Ternyata teman-teman saya (yang pria) sudah bisa memahami itu. Walaupun mereka sudah makan, ya, segala pujian akan dilayangkan untuk menyenangkan sang istri. Walaupun setelah itu mereka akan menahan sakit di perut karena kekenyangan.

Dulu, saya pun melakukan hal ini. karena ibu di rumah adalah tipe ibu yang senang memasak. Takkan kau temukan kekurangan makanan kala makan siang, makan malam, ataupun sarapan. Lantas, saya yang dulunya anak kampus, sekarang sudah menjadi pegawai, pulang kerumah dalam keadaan kenyang. Melihat makanan yang masih tersedia di meja makan? Ya makan lagi! Jadi tolong jangan salahkan saya ketika mempunyai bodi segede-gede arca. Ini hanya persoalan menghargai.

Satu pendapat menarik datang dari mereka para wanita yang kebetulan bekerja. Masalah makan malam menjadi persoalan yang berbeda. Mereka beranggapan, ya sudahlah kalau memang tidak bisa makan bersama. Makan malam sendirian saja. Karena mereka sudah tidak mungkin pulang menyiapkan segala tetek bengek. Bahkan yang menjadi alternative terakhir, ya, sang suami menunggu dirumah. Menunggu bungkusan makanan yang akan dibawakan.

Apakah memang konteks meja makan ini sudah sedemikian berubah? Sepertinya iya, dan tergantung dari sudut pandang yang mana. Di rumah, makan malam menjadi sesuatu yang sakral. Dimana semua anggota keluarga kumpul dan saling bercerita. Sekarang? Rasanya fastfood dan gerai-gerai makanan menjadi teman yang akrab. Bersama teman kantor ataupun teman gaul yang lain.

Persoalan domestik yang dua-duanya berbeda. Tergantung dilihat dari sudut pandang yang sama. Tapi akhirnya semuanya akan berlanjut kepada saling menghargai. Bagaimana usaha seorang perempuan dalam menyajikan masakan dirumah. Ataupun bagaimana usaha seorang perempuan untuk bekerja dan menambah penghasilan keluarga. Toh tidak selamanya kita akan makan diluar kan? Ada waktu untuk kembali kerumah.

Road to Jakarta #3 : Surat kepada L

Tahukah kau L, sudah 15 hari semenjak pertengkaran kita berlalu. Akupun sudah meminta maaf kepadamu. Tapi sepertinya memang ini yang terbaik. Ketika saya belum bisa menjadi dewasa, dan menyelamatkan hubungan kita.


Tahukah kau L, di hari itu saya menjadi orang paling egois sedunia. Ketika perjalanan puluhan ribu kilometer yang kutempuh, tidak bisa menyisakan sedikitpun waktu untukmu. Saya, yang merasa ingin tertawa bersama teman-teman saya. Menggelandang dari satu tempat ke tempat yang lain di kotamu.

Tahukah kau L, sepertinya ada yang salah di hatiku. Entah apa, saya pun tidak bisa memberitahukannya kepadamu. Apakah memang cinta itu seperti sebuah kembang api? Hanya terlihat indah ketika terbang menanjak dan kemudian menyemburkan cahaya indahnya. Setelah itu? Hanya bangkainya yang tersisa. Terjatuh dan tersembunyi dalam pekatnya malam.

Tahukah kau L, mungkin memang hidupku yang sedang tersesat saat itu. Ketika saya dengan mudahnya melupakanmu. Melupakan hasratmu yang telah tersimpan selama beberapa bulan. Sejak pertemuan terakhir kita di bulan Agustus. Entahlah L, kenapa bisa hatiku menjadi sedingin itu. Apakah memang jarak yang menjadi pemisah yang sangat tampak?

Tahukah kau L, bahwa memang saya, pada hari itu dikuasai oleh euphoria kebebasan. Ketika saya bisa menjadi diri sendiri, diantara teman-teman saya. Tetapi juga, saya harus sedikit menjaga image. Maklum saja, ada beberapa orang yang baru saya kenal. Dan begitulah memang sistem pertahanan diri saya, berusaha menjauh dan memasang dinding penghalang di setiap tingkah dan perilaku.

Tahukah kau L, di hari itu, ada banyak keadaan yang diluar kuasaku. Niat yang tadinya untuk bersenang-senang, ternyata berubah menjadi tidak nyaman. Semua atas dasar kesetiaan kepada teman. Walaupun saya akhirnya berpikir, untuk apa saya datang ke tempat itu. Hanya untuk membuktikan diri bahwa saya ada? Saya setia?

Entahlah L, entahlah. Yang jelas disinilah posisi kita sekarang. Sejak hari itu pertengkaran demi pertengkaran kita lalui. Ada yang tidak bisa kau mengerti dalam diamku. Maafkan saya L, begitulah saya. Ketika sejuta gulana meraja. Lebih baik saya diam, menunggu keadaan membaik dan memperbaiki semuanya satu persatu.

Entahlah L, entahlah. Ketika kau bertanya apakah saya bisa berubah. Semua sistem ini tidak berlangsung dalam semalam. Sayapun terus berusaha. Untuk membuka hati, membuka diri. Tidak menjadi sebuah toples yang isininya terlihat dari luar tapi tidak bisa dipegang isinya. Pelan-pelan L, mungkin waktu akan mengajariku untuk berubah.

Disinilah kita L, 15 hari berlalu sejak 30 Oktober. Hari yang mungkin tidak akan kita lupakan. Ketika saya melupakan sosokmu yang selalu menjagaku. Menopangku ketika saya sedang jatuh. Mun gkin memang saya lupa L, pada semua kebaikanmu. Dan keegoisan sangat menguasai hatiku. Egois karena kemerdekaan hidup terenggut oleh komitmen yang bernama hubungan.

Disinilah kita L, menjadi dua individu yang terpisah lagi. Biarlah saya menjalani dulu jalanku, supaya lebih berdewasa. Biarkanlah saya mencari dulu apa yang saya inginkan. Karena mungkin hatiku yang sudah kosong dan telah terbiasa kosong. Sehingga ketika ada seseorang yang mengisinya, rasanya menjadi aneh.

Maafkan saya sekali lagi L. saya belum bisa menjadi seseorang yang baik untukmu. Baik-baik disana. Jangan menangis lagi untukku. Karena saya tidak pantas untuk itu.

Image credit to MalvaAlcea

Five For Fighting - Love Can't Change The Weather


Love comes in, Love goes out
Moves in circles, Roundabout
We've been tired;
We can't take it anymore

(Five For Fighting - Love Can't Change The Weather)


Road to Jakarta #2 : Menggelandang!

Saya selalu iri dengan mereka yang bisa jalan-jalan keluar daerah. Menikmati keindahan dan aneka ragam Indonesia. Selama ini saya hanyalah katak dalam tempurung. Hanya melihat dan mengamati kota Makassar saja.

Tapi akhir-akhir ini semangat petualanganku semakin membuncah. Mungkin juga disebabkan kemampuan financial. Saya akhirnya mulai bisa merencanakan trip kedaerah ini atau daerah itu. Target saya tahun depan adalah Brastagi-Padang-Medan. Sebuah trip dengan destinasi di tanah Sumatera.

Saya sendiri turut bersyukur dengan kerjaan yang sekarang. Dibeberapa kesempatan saya bisa menjejakkan kaki di tanah orang. Biasanya disertai dengan tugas. Tidak apalah, yang penting bisa menjelajah dan minimal mencicipi wisata kuliner yang khas di daerah tersebut.

Di Pesta Blogger+ kemarin saya memberanikan diri datang. Tanpa tujuan yang jelas, akan nginap dimana, makan dimana. Yang penting jalan dulu lah! Biasanya, apabila ada tugas dari kantor, saya akan pergi dengan segala persiapan. Selain alat dokumentasi, kursi di pesawat bergengsi, hotel dengan standar kenyamanan terjamin, serta kendaraan yang setia mengantar jemput. Atau minimal ada bos yang membayar ongkos transport. Sekarang?



Ada kenikmatan tersendiri didalamnya! Ketika saya membayangkan menjadi presenter Koper dan Ransel. Betapa sebuah kota bisa dinikmati dari dua sisi. Ketika saya bisa duduk manis di deretan mobil atau taksi ber AC. Tidur di ranjang empuk dengan sarapan pagi menanti. Sekarang? Busway dan angkutan umum menjadi alternatif utama. Tempat tidur, yang penting ada bidang datar dan tempat untuk berganti baju!

Saya pun tidak akan meng-compare 2 sisi ini. Karena saya sudah menyadari perbedaanya. Yang menjadi kesenanganku adalah bahwa saya masih bisa dan mudah-mudahan terus bisa untuk beradaptasi dengan semua keadaan. Tidak dimanjakan oleh semua fasilitas kantor yang biasanya menyertai kala berkunjung ke daerah lain. Saya tidak bisa membayangkan kala terlena dengan perasaan puas itu. Bisa mampus di kota orang!

Amy Winehouse - Long Day


And lately I've forgotten who I am
Late - ely my energy's just drained away
And now….my mind….is workin' overtime
It's been a loooong day

(Amy Winehouse - Long Day)

Katy Perry - Firework



You don't have to feel like a waste of space
You're original, cannot be replaced
If you only knew what the future holds
After a hurricane comes a rainbow

(Katy Perry - Firework)

Road to Jakarta #1 : Heading To Pesta Blogger + 2010

Saya hanya tersenyum ketika menerima sebuah pesan singkat di handphone saya,


“Emang ada apaan di Pesta Blogger? Kok kamu bela-belain pergi? Wong saya saja yang di Jakarta tidak pernah ikut”


Saya sebenarnya tidak terlalu perduli dengan perayaan kopdar ini. Mungkin karena hidup saya tidak terlalu total disitu. Toh beberapa teman blogwalking saya di tahun 2007-tahun kala saya sangat eksis di blog- sudah hiatus juga. Sehingga saya hanya memilki pengunjung yang terbatas. Lantas apa yang membuat saya rela menempuh ratusan kilometer, tanpa ada tempat menginap yang jelas dan bolos sehari di kantor?

Pertama, yang menjadi manusia kursi perhelatan pesta blogger ini adalah Rara. Penggagas dan pendiri komunitas blogger AngingMammiri. Seorang teman yang betul-betul mendedikasikan hidupnya terhadap perkembangan dunia blog. Dulu, kala dia masih di Makassar, ada saja kegiatan yang bisa dibuatnya. Entah bertema kopdar lucu-lucuan, ataupun bakti sosial. Kapan lagi ajang sebesar ini dipegang oleh anak Makassar? Terutama idenya untuk merangkul semua komunitas online dan jejaring sosial. Bukan hanya blogger saja. Makanya ada tanda + di perhelatan kali ini. ada fiksi mini, multiply, koprol, semuanya dirangkul. Bukankah merayakan keragaman itu sangat menarik?

Rara, The chairwoman



Kedua, ada isu yang kami angkat di Pesta Blogger+ ini. Makassar Tidak Kasar! Sebuah gerakan yang diinisiasi oleh beberapa teman yang sudah jengah melihat bagaimana rupa Makassar di berbagai media. Hanya menampilkan kekerasan dan tidak nyamannya Makassar. Padahal ada banyak hal yang bisa didapatkan dari kota tercinta ini. Kami mendapat satu break session, untuk melakukan diskusi ini. bersama 29 materi yang lain. Ada misi yang diemban!

Kelas Makassar Tidak Kasar

Maka jadilah saya melarikan diri sejenak dari kehidupan nyata di Makassar. Menggelandang di Starbucks, dan berkenalan dengan beberapa teman di Jakarta dan ketika perhelatan Pesta Blogger+ dilaksanakan pada hari sabtu, 30 Oktober, saya hanya bisa bilang, awesome!

Dari awal, kita sudah disuguhi arena main stage yang sangat memuaskan. Ada banyak stand yang menghiasi dan mengelilingi panggung utama. Berbagai komunitas menghadirkan berbagai informasi tentang mereka. Seperti Fiksi Mini ataupun Komunitas ODHA juga berhak sehat! Belum lagi stand-stand para sponsor dengan berbagai goodie bag dan gimmick yang diberikan cuma-Cuma. Rasanya satu tas tidak cukup untuk menampung itu semua!

Satu stand yang paling menarik adalah blogdetik. Selain akses informasi yang terus menerus via live tweet, ada lomba untuk mengukur berapa decibel teriakanmu. Ya, teriakan! Sepintas terlihat seperti orang gla. Meneriakkan blog detik atau detik forum untuk mencapai kisaran angka tertentu. Percayalah hal itu tidak mudah. Puluhan oang telah mencoba, dan hanya beberapa yang mampu menembus angka 8, sebagai angka minimal. Saya? Mentok di angka 17, hihihihi.

Di panggung utama, persembahannya tidak kalah menarik. Pada awal opening acara, ada Ganrang Bulo! Sebuah ikon kesenian dari Makassar. Dipakai sebagai pembuka acara! Bagaimana saya tidak merasa bangga? Setelah sambutan dan sambutan dan sambutan -termasuk dari menteri pendidikan, Bapak Muh. Nuh-, siapa yang menemani kami di panggung? Ada saykoji! Ternyata memang aksi panggung mereka tidak berbeda dari yang terihat di televisi. Komunikasinya dengan penonton bisa dikatakan sangat bagus, sayangnya sound systemnya yang telalu over. Sehingga beat-beat canggih milik Saykoji seringkali menenggalamkan lirik apa yang dinyanyikannya.

Kedua adalah Adhitia Sofyan! Gilaka, gilaka, gilaka! Ternyata dia ada! Menyesal saya tidak menyaksikannya check sound pada malam sebelumnya. Dengan vokalnya yang membuat kita mengawang-awang, dia menyanyikan Adelaide Sky nan termahsyur itu dan Memilihmu. Walaupun sepertinya banyak yang tidak mengenali siapa dia –kalian dari mana saja?-, saya puas menyaksikannya live!

Adhitia Sofyan

Ketiga ada penampilan Pearl Jam Indonesia. Oke, saya tidak menyimak karena harus berada di kelas dan menjadi coordinator volunteer. Tapi pasti keren. Dan terakhir yang menjadi penutup acara adalah White Shoes and Couples Company! Seringkali saya tidak percaya mengenai pemberitaan tentang band ini. Bagaimana kiprah dan aksi panggung mereka. Tapi setelah ini, saya adalah penggemar mereka! Deretan list yang cocok membuat semua orang bergoyang dan menikmati pesta. Sangat tepat dijadikan encore dan menghabiskan hari yang penuh cerita.

Sedangkan di break session ada 30 kelas menanti. Semuanya tersebar dengan materi yang sangat menarik. Ada kelas Common Creatives, mengenai hak cipta. Diet Kantong Plastik, Jejak Kaki Indonesia, Start Up Local, Nulis Buku, Makassar Tidak Kasar, dan masih banyak lainnya. Seakan-akan kita ingin membagi diri menjadi 30 dan mengikuti semua sesi tersebut.

Kontingen Makassar

Pada akhirnya ini bukan saja cerita tentang bersenang-senang. Ada berbagai misi yang dibagikan. Ini tentang kerja keras, tentang mimpi bagaimana keragaman di dunia online Indonesia bisa bersatu pada dan dalam wadah yang sama. Selamat untuk Rara dan teman-teman panitia yang telah menyukseskan Pesta Blogger+ ini.

Image Credit to Daeng Gassing