Book Review : Un Homme et Une Femme



Title : Un Home et Une Femme
Author : Stanley Dirgapradja
PT. Gramedia Pustaka Utama
Desember – 2007


Mungkin tahun ini adalah tahun terbanyak saya membeli buku. Heheheh, sekedar mencari kembali romansa yang telah hilang dan mencoba mengikis sedikit demi sedikit rasa apatis yang sudah lumutan di dalam diri. Dan inilah salah satu buku yang sempat masuk dan sampai sekarang masih menjadi a must read book for this year.
Melihat judulnya sendiri saya sebenarnya kagak ngerti dengan arti judulnya. Kalo dilihat dari kata-katanya kira-kira cuman 2 hal yang bisa dimengerti yaitu Homme dan Femme. Hmm, lakilaki dan perempuan. 2 buah subjek yang cukup menarik untuk dibahas. Dan satu lagi yang menjadi stopping power buku ini adalah sunset yang ada di covernya. Dahsyat! Sebagai salah seorang pencinta sunset, this is great!
Di awal cerita kita akan diajak berkenalan dengan sosok lara dan bayu. 2 tokoh utama kita. Lara masih tidak percaya apakah sang kekasih, krishna, kakak bayu memang sosok yang tepat untuk mendampingi dia. Apakah memang soulmate itu harus bisa dibuktikan dengan jalur-jalur yang ekstrim kalo perlu. Sekedar untuk mengetahui kebenaran pepatah kalau cinta tak akan lari kemana. Sedangkan bayu. Sudah menjadi apatis dan sarkastis tehadap cinta. Semenjak ditolak oleh shanice, sahabat lara. Cinta tidak akan pernah ada, untuk mereka yang terjebak dalam ambiguitas perasaan masa lalu.
Lara kemudian membuat sebuah gambling yang besar dengan melakukan time out untuk krisna. Time out yang bahkan dia sendiri tidak tahu sampai kapan. Dengan bantuan bayu, dia berusaha menyusun rencana dan terus melontarkan percakapan-percakapan yang serius mengenai arti sebuah hubungan. Tentu saja gambling ini harus ditambah sensasinya. Datanglah anggi. Teman sepermainan bayu dan krisna di masa kecil sewaktu masih di bali. Sudah cukup? Belum. Karena anggi adalah cinta monyet krisna di masa lalu. Sekarang permainan tinggal dijalankan. Apakah lara berhasil memenangkan gambling ini? Dan tetap mendapatkan krisna sebagai jackpotnya?
Bayu sendiri perlahan terjebak di dalam perasaan yang bernama ”cinta”. Cuman, oh dear, dia mendapatkannya dalam diri seorang rio. Cowok yang ”tidak sengaja” mereka temui di tempat nongkrong favorit mereka. Dan rio juga ternyata sudah cukup lama ”melihat” bayu di salah satu club yang ada di yogyakarta. Dan kebetulan lara menjadi ”makcomblang’ yang sangat tepat di waktu yang tepat. Apakah memang bayangan shanice bisa hilang dari pikiran bayu, ataukah dia harus menolak rio. Lelaki yang akan menawarinya janji-janji dunia dan surga tentang cinta dan kebahagiaan?
Sebenarnya sangat tidak adil membagi cerita mereka berdua menjadi seperti itu. Karena keempat tokoh dalam buku ini sangat kuat dan bisa berdiri sendiri-sendiri. Bayu, lara, krisna, dan rio menjadi sangat nyata. Sampai kita bisa membayangkan bahwa mereka adalah teman-teman kita. Teman yang berada di sekitar kita. Kehidupan mereka pun tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Karena cinta mereka merupakan cinta yang sangat besar kepada pasangan mereka. Cinta yang sebenarnya mereka inginkan. Lara selalu ada untuk bayu. Begitupun sebaliknya. Kehangatan persahabatan mereka terlihat dari percakapan seperti ini,

”if anything might happen while you’re in Jakarta, don’t resist it.
“kamu nggak perlu jadi straight seperti laki-laki lain untuk menemukan cinta. Ntar kalau cinta itu lewat, nyesal kamu…”

ini kata lara kepada bayu, hanya seorang sahabat yang bisa mengeluarkan kata-kata seperti ini.

“... you love don’t each other, don’t you? Tapi kenapa semuanya kalian jadikan sulit? Salah... kenapa semuanya kamu jadikan sulit? Kalau begini caranya, kupikir kamu memang tidak mengizinkan nasib mempertemukan kalian.”

Perkataan sejujur ini hanya bisa keluar dari seorang sahabat. Sahabat yang mau mengerti dan mau berbagi.
Stanley sendiri berhasil memikat saya dengan banyak sekali percakapan-percakapan cerdas, sakastis, penuh cinta, marah, sakit hati. Semuanya terkumpul dalam perbincangan yang membuat kita mengehela napas lega. Lega karena cinta masih berada disekitar mereka. Suasana kota yogyakarta, bali, jakarta pun bisa di gambarkan dengan jelas. Bahkan untuk coffeshop krisna, saya sudah mempunyai bayangan gambarnya di kepalaku. Hehehehe. Perjalanan mencari cinta antara singapura (loh kok? Siapa yang pergi ke singapura? Cari tau aja sendiri, hehehehe) dan yogyakarta. Sampai perjalanan dari jakarta dan yogyakarta dan bali semuanya terekam dengan jelas. Jumping-jumping waktunya pun sangat cerdas! Dengan menggunakan email yang terus menerus dikirimkan antara lara dan bayu dari awal sampai akhir buku ini, memperlihatkan betapa cinta telah tumbuh dan menjadi sebesar itu. Kita pun menjadi menikmati perubahan waktu tanpa perlu merasa kaget. Mulai dari moment sidang skripsi krisna, proyek magang lara, pembuatan film rio, sampai pencarian untuk gallery art milik rio. Hal ini semakin memperjelas bahwa stanley adalah seseorang yang nyaris gila dan mempunya kepribadian yang beragam. Hehehehehe.
Last of all, menurut saya inilah 2 percakapan paling berarti dalam buku ini.

... krishna bangkit dari posisinya. Ia hampir sampai di pintu saat Lara memanggilnya.
”Na,...” panggil Lara lembut dari atas tempat tidur.
”Ya?” sambut krishna.
”Kenapa kamu tidak pernah menyerah soal aku?” tanya Lara pelan.
”Aku tidak akan pernah menyerah soal kamu. Tidak akan sayang,” Krishna mengecup lara. ”Maaf aku selalu menyakiti kamu...”
Krishna tersenyum, ”Mungkin itu caranya agar kamu akhirnya bisa datang padaku. Selama ini aku yang mengejar-ngejar kamu, berusaha untuk mengeryi apa yang kamu inginkan, untuk tampil sempurna di mata kamu, tapi kamu nggak pernah datang...’

Itu milik krishna dan lara. Sedangkan milik milik bayu dan rio,

... ”ibuku bilang, saat kita sedang mencintai seseorang, kita belajar segala sesuatu tentang orang yang kita cintai itu begitu cepat, seperti mencintai diri sendiri.” Bayu berkata.
”And what do you think about me?” Rio menekuk alisnya sekali lagi.
“It was a trip with a concorde,” Bayu menggigit bibirnya dan tersenyum.
“Sebenarnya dari awal kita ketemu, kamu tahu aku udah suka?” Tanya Rio sambil tersenyum.
“It was too obvious too ignore. Mungkin selama ini aku nggak jujur pada diriku sendiri…”
Jadi ketika cinta menjadi sesuatu yang masih perlu ditanyakan keberadaanya ataukah bentuknya. Cari buku ini! Dan silahkan menikmati sajian yang penuh cinta dari seorang Stanley Dirgapradja.