Tentang Hujan dan Sekeping ingatan yang memudar

Setiap perjalanan memiliki akhirnya sendiri. Bahkan setiap tahun selalu akan berjumpa dengan Desember. Hari ke 25 di bulan ini, bagaimana kabarmu?

Entah kapan kali terakhir saya menuliskan keluh kesah di tempat ini. Bukannya tidak ingin berbagi, tetapi hanya tidak ingin mengakui saja, bahwa ada banyak emosi yang terkuras, ada banyak perasaan yang terpendam. Semuanya berujung pada kelelahan yang teramat sangat. Semuanya terbendung tanpa pernah teralirkan. Bahkan air hujan pun akan mengalir ke berbagai tempat. Kenapa satu perasaan saja begitu sulit untuk tercurahkan?



Saya kemudian mengingat perkataan bodoh itu, yang saya ucapkan dan ditujukan kepada diri sendiri. Bahwa ketika saya mengakui perasaan tersebut, saya akan terlihat lemah. Sudah lama saya berhasil menyembukan setiap lapisan perasaan. Setiap sepi, setiap gundah yang ingin keluar. Semuanya tersimpan rapi. Tapi itu malah mengerogoti saya dari dari dalam. Dengan keadaan yang lebih parah.

Pada hujan di bulan Desember tahun ini. tersimpan banyak cerita. Tersimpan banyak perih yang terhujam dalam keseharian. Kenapa harus mengeluh? Bukankah itu konsekuensi dari setiap pilihan yang dibuat? Begitulah adanya. Tapi saya juga manusia. Yang mempunyai rasa lelah, jenuh dan muak. Sepertinya semua hal terbendung dan menjadi satu titik kulminasi yang melelahkan.

Tentang pekerjaan, saatnya membenarkan hati lagi. Karena inilah pekerjaan yang sudah dipilih. Memang dalam beberapa minggu terakhir, semuanya terasa memuakkan. Kerjaan yang seperti tidak ada habisnya. Malam-malam panjang yang tidak terarah. Istirahat yang tidak pernah cukup, menjadi satu dalam bentuk kebencian dan penyesalan. Mengapa saya mengambil pekerjaan ini? hati-hatilah beruang. Karena sebuah pikiran bisa begitu membahayakan. Begitulah keadaannya. Ini hanya satu salah satu skenario. Bertahanlah sampai keadaan berubah. Berhenti untuk membandingkan dengan orang lain, karena semua orang sudah memiliki jalan takdirnya sendiri. Cukup urusi hati sendiri dan semuanya akan baik-baik saja.

Mengenai hati, mungkin inilah persimpangan terbesar yang pernah terjadi. Ketika saya harus benar memutuskan, kemana akan melangkah. Selama ini, kata menikah tidak pernah sekalipun terlintas. Tapi sekarang? Ini menjadi salah satu hal yang menjadi prioritas. Mengapa? Karena saya membutuhkan orang lain untuk berbagi dan melewati hari. Sudah saatnya mengakhiri semua kisah platonis yang tidak tentu arah. Bukankah hidup akan mencari akhirnya sendiri?

Tentang teman. Semua berubah. Waktu berubah. Tempat berubah. Bukankah itu yang dari dulu selalu diyakini? Semua akan mencari hidupnya sendiri-sendiri. Untuk apa merisaukan hal ini. Teman akan datang dan pergi. Ada waktunya ketika lingkaran hidup akan berdampingan, berisisian, sampai akhirnya melepaskan kembali. Memilih jalan ceritanya masing-masing. Semuanya sisa terangkai dalam memori yang bernama kenangan.
Hujan di bulan Desember. Tidak usah bersedih dengannya. Karena drama itu pasti terjadi. Semua hidup akan berganti, seperti hari yang akan terus terjalani. Berhenti mengeluh, dan lihatlah dengan kacamata yang lebih baik. Karena memendam resah akan membuahkan hari yang gelisah. Selamat datang hujan, usaplah kenangan ini menjadi sebuah kenangan yang akan menjadi pelajaran di keesokan hari.

Image by Ahermin

0 Comments to Tentang Hujan dan Sekeping ingatan yang memudar