Bukan Cinta Biasa, sebuah film lebay dari segala arah




Title : Bukan Cinta Biasa
Sutradara : Benni Setiawan
Cast : Wulan Guritno, Olivia Jensen, Ferdy Taher, Julia Perez,


”saya kira akan melihat banyak air mata dari film ini”

Itu ekspektasi Tata ketika Film ”Bukan Cinta Biasa” sudah berjalan setengah. Saya pun mengiranya demikian. Mengingat soundtrack film ini dinyanyikan oleh Afgan dengan sangat syahdu. Atau karena dua pelawak (merujuk kepada saya dan Tata) yang menonton film ini? Karena selama durasi 2 jam penayangannya, kami hanya bisa tertawa dan bersorak ribut untuk film ini. Mencelanya tentu saja. Sedangkan penonton lain? Sedang asyik masyuk pacaran. Oh dear, malang nian nasibku kalau begitu. Mungkin film ini bisa lebih ”dimaknai” ketika ditonton bersama pasangan tercinta, malam itu kami adalah pasangan jomblo yang dipaksakan. Haha!
Saya tidak akan bertindak sebagai seorang movie freak yang akan membahas hal-hal teknis sana sini untuk film ini. Cuma sebagai penikmat film saya pun bisa berkomentar film ini dangkal dari segala aspek. Ini cerita sebenarnya mengarah kemana? Cinta ayah dan anak? Cinta pasangan muda mudi? Cerita mengenai rocker yang tidak laku lagi? Atau malah jadi film religi? Karena terlalu banyak plot yang mungkin dimaksudkan menjadi penguat satu sama lain tapi akhirnya menjadi saling terpilin. Menjadikan jalan ceritanya menjadi tidak tentu arah. Yang mana sebenarnya menjadi cerita yang dominan.
Seandainya yang dijadikan sentral utama cerita adalah emosi hubungan ayah dan anak yang tidak pernah ketemu selama 16 tahun, film ini mempunya kesempatan untuk menjadi film yang bagus. Bagaimanapun kehilangan momen selama 16 tahun itu tidak bisa dirangkum dalam satu malam. Ataupun dari adegan mengecat kamar bareng ataupun berbelanja di supermarket. Konflik emosional semestinya bisa lebih ditonjolkan kepada alasan sang ayah sebenarnya untuk meninggalkan dia dulu. Kedengaran seperti deja vu? Percayalah bukan hanya anda saja yang sepertinya familiar dengan ide cerita seperti ini.
Aspek ”komedi romantis” yang ingin dilekatkan dalam film ”Bukan Cinta Biasa” akhirnya menjadi sesuatu yang ambigu. Bukan cinta biasa ini merujuk kepada apa? Seandainya merujuk kepada father complex, pasti menjadi hal yang seru. Atau misalkan bentuk cinta yang lain, mungkin film ini akan menjadi tepat. Tapi saya menjadi kehilangan arah. Bukan cinta biasa yang dimaksud itu apa? Kalau dibilang cinta seorang ayah kepada anaknya, ini mah wajar. Ada faktor gen dalam keluarga, jadi perasaan sayang itu akan menjadi sesuatu yang tumbuh menjadi hal wajar.
Masih dari plot cerita, kok bisa tiba-tiba ada scene pesantren? Okelah kalau misalnya ingin ditonjolkan seorang anak yang ingin berbakti kepada ayahnya. Niat melihat ayahnya menjadi orang yang lebih baik. Apakah memang faktor kebaikan itu bisa dilihat dari orang yang akrab dengan minuman keras menjadi seseorang yang bisa insyaf dalam satu malam? Terlalu dipaksakan sayang. Hidup ini tidak seindah itu.
Film ini menjadi parade sponsor yang hilir mudik sepanjang jalan cerita. Mulai dari sponsor minuman sampai radio yang lagi happening. Dengan shoot yang kadang menghajar mata, parade iklan itu terkadang menjadi pengganggu. Dan ini semakin membuktikan juga, ada banyak film berkualitas lain yang layak didukung, tapi kenapa mesti film sekelas ini?
Dari jajaran pemain yang ikut ambil bagian hanya nama Wulan Guritno lah yang layak mendapat acungan jempol. Aktingnya total. Feelnya dapat. Special Appareance dari Afgan juga menarik, dengan Remix lagu Terima Kasih Cintanya. Sedangkan yang lain? Miss cast. Ingin membuat saya muntah. Olive jansen yang berperan sebagai sang anak, tak ubahnya sebagai Cinta Laura kedua. Dia lama tinggal sama nenek dan kakeknya, darimana dia mendapat logat sok bule itu? Sosok rocker pun hanya awal-awalnya saja yang pas, menuju ke ending film, Ferdy Taher menjadi semakin lebay. Semakin memuakkan. Apalagi di scene endingnya. Terlalu dipaksa. Image seorang rocker yang telah makan asam garam pertunjukan, groupies, minuman keras, langsung tergantikan dengan sosok anak band kacangan yang baru mencari identitas. I’m sorry dude.
Satu yang mencuri perhatian telinga saya adalah jajaran soundtrack yang memikat. Ada beberapa track yang mengalun selama pertunjukan film ini dan itu bagus. Walaupun tidak sesuai dengan adegan dalam filmnya, track-track tersebut bisa berpotensi menjadi hits ketika dirilis sebagai sebuah singel. Ah ada nama Ipang rupanya diantara jajaran soundtrack tersebut. Pantas saja.
Overall, walaupun untuk sebuah film yang ditonton gratis setelah memaksa seorang produser radio memberi kami tiket nonton tersebut, ”Bukan Cinta Biasa” tetap menjadi tontonan yang tidak layak dinikmati. Skala kebosanan muncul dari awal sampai akhir film. Apalagi dengan melihat banyaknya pasangan yang berasyik masyuk menonton film ini. Ah nasib kami menjadi jomblo!

2 Comments to Bukan Cinta Biasa, sebuah film lebay dari segala arah

lho bukannya film indonesia emang semuanya begitu ko? dangkal2 hehehe

Anonymous
1:25 AM

Mau Tanya nih gan,,
Saat Scene yang Tommy lagi pada Latihan sama Seluruh Personil The Boxis itu yang dinyanyikan lagu apa ya gan??? Ane bener2 pengen tau coz didengerin enak banget lagunya.. kayaknya si Tommy nyanyi lagu west gitu tapi cuma sebentar coz akhirnya sang bassist di cerita tersebut salah mbetot bassnya...