malam minggu di pasar senggol

hari yang sama, jam yang berbeda. jam setengah 7 malam saya sudah ada di depan toko masih murah. apa yang saya lakukan di sana? saya sedang menunggui ibu yang sedang belanja. karena tadi perginya di ikut sama bapak (yang pergi untuk menjemput adik saya) maka saya pun setuju untuk menjemput saja. karena rasanya malas kalau ikut masuk ke pasar juga. suara ian kasela menemaniku menanti di depan toko ini. entah sudah berapa lagu yang dinyanyikan oleh sang vokalis. saya pun asyik saja memperhatikan kesibukan yang ada di depan mataku. rasanya semuanya mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. si tukang parkir sibuk mengatur motor yang akan keluar dan baru datang untuk berbelanja. orang-orang yang berbelanja di toko ini sangat beragam. mulai dari sebuah keluarga yang lagi mencarikan anaknya tas sekolah, remaja yang asyik melihat baju, bahkan orang yang membawa dispenser pun ada. tapi sampai kapan saya menunggu? saya sudah mulai gelisah. kulihat sekelilingku, tidak ada sosok ibu yang kutangkap dengan kedua mataku. saya pun beranjak, masuk ke toko juga. melihat-lihat jam tangan, dan mencoba-coba sendal. pikirku ketika saya keluar, ibu sudah ada di dekat motor dan siap di antar pulang. tapi ternyata tidak, dia belum ada. aduh,, dimana yah? masa masih di pasar? saya mencoba bersabar, karena ini memang malam minggu, dan biasanya suasana pasar senggol sangat crowded. suaranya ian kasela sekarang sudah terganti dengan suara pasha, sang vokalis ungu. dia juga meneriakkan untuk pergi sejauh mungkin. sampai kapan? saya sudah capek! saya kemudian berdiri dan menyakan jam kepada salah satu korban (yang tampaknya juga sedang menunggu seseorang yang berbelanja di pasar senggol).
"maaf pak, sudah jam berapa yah?"
"jam 8 lewat, hampir setengah 9", jawab sang bapak.
masa cuma cari ubi jalar dan tempe sampai 2 jam? memang sepadat apa pasar di dalam? saya tidak berani untuk pulang, karena takutnya ibu masih di dalam pasar. kasian belanjaannya banyak. saya pun tidak mau menunggu lebih lama lagi. kususul ke dalam pasar senggol. dan ternyata keadaan di dalam sangatlah padat. kenapa di katakan pasar senggol? karena yang dipakai sebagai tempat jualan merupakan ruas jalan, dan para pedagang menggelar dagangannya berhadap-hadapan. meyisakan lorong yang lebarnya kira-kira semeter. disinilah kenapa dinamakan pasar senggol. sebab, jika kita ingin berbelanja, maka kita harus rela untuk bersenggol-senggolan dengan orang. baik itu dengan orangnya, ataupun dengan barang belanjaanya. maka dari ini juga sebabnya saya memutuskan untuk tidak membawa handphone. malas aja, soalnya kecopetan baik itu dompet atau handphone sudah sangat sering terjadi. di kerumunan seperti ini, apapun bisa terjadi. ramai sekali pasar senggol ini. dan mataku segera ikut cuci mata juga. barang dagangan mulai dari vcd bajakan (heran barang ini masih bertahan sampai sekarang), penjual poster (saya ketawa tertahan ketika melihat seorang pemuda nanggung membeli poster Irwansyah, 2 lembar lagi! dan poster bob marley yang bertuliskan icon of pop culture, benarkah?), penjual baju kaos dengan motif distro (yups gak ada bedanya dengan baju yang dijual di distro-distro), penjual baju bekas atau cakar (cap karung) sampai penjual makanan semuanya tumpah ruah di pasar ini.
pertanyaannya adalah dimana ibu saya?
sayapun memberanikan diri untuk masuk ke bagian tergelap di pasar ini. yaitu di bagian pasar basahnya. sayur mayur, ikan, dan bahan-bahan dapur menjadi komoditi utama. tapi masuk ke bagian pasar ini, suasana tampak lengang. hanya beberapa ibu-ibu saja yang sibuk berbelanja. saya pun berkeliling, mencari penjual ubi jalar dan tempe.
"tuh kan pasarnya sepi begini, masa sampai 1 jam belanjanya?"
dia tidak ada di pasar. dugaan saya ibu sudah pulang, tapi bagaimana kalau belum? duh,, gimana yah, gimana gak bawa handphone lagi. kuputuskan untuk kembali masuk ke pasar senggol. melihat barang-barang lagi. berharap ketika saya kembali ke toko masih murah ibu sudah menunggu saya disana. ikat pinggang, mp3, dan kaos kaki sudah menjadi objek liat-liat saya. saya pun sempat memperhatikan obrolan dari mereka yang berbelanja di pasar senggol ini.
"15 ribu pasnya cewek, kalau di bawah harga itu, biar modalnya gak dapat"
"iyo, saya terlambat tau kalau si A sudah meninggal. soalnya lebaran kemarin saya masuk di kampung"
"eh berpa nomor telpon mu kah? miskoll ka dulu"
"kalau kaos ini ada yang ukuran kecil tidak?"
"bapak liatki itu pistolnya, besar sekali"
"yak pukul rata 1000 rupiah semua barang"
dan masih banyak lagi suara terdengar. sampai di depan toko, motorku masih sendirian, tidak ada ibu di sampingnya. cukup! saya capek menunggu. saya memutuskan untuk pulang, tapi masalah berikutnya adalah, saya tidak membawa uang sepeser pun untuk bayar uang parkir! saya berharap nanti ibu yang bayar. huah!!! saya pun memberanikan diri bicara sama sang tukang parkir (untungnya dia umurnya di bawah saya, kalau tidak, mampus!! dimaki deh)
"sori skali bos, ndak bawa ka uang. saya kira ada ibu yang lagi belanja. nanti saya bayar uang parkirnya"
saya pun tancap gas dan hanya ditatap oleh sang tukang parkir,, pyuh...
sampai di rumah,, dan ternyata dugaan saya benar! ibu sudah pulang dan lagi masak di dapur, begh!! bete!!! 2 jam saya menunggu kayak orang bodoh, dan ternyata ibu sudah pulang. sudahlah, saya capek. saya tidak ingin marah sama ibu. moral cerita, persiapkan semuanya ketika hendap melakukan sesuatu, ketika kamu merasa sudah waktunya pulang, pulang saja. malam semuanya.

1 Comment to malam minggu di pasar senggol

Anonymous
8:11 AM

eh, gimana ceritanya ibumu udah ada di rumah, ko bisa sih?

ada orang beli poster irwansyah? ko bisa sih?

lu suka Radja sepaket sama Ian Kasela? ko bisa sih?