Balada tukang tambal ban

Entah apa masalah saya dengan tukang tambal ban. Entah apa pula yang terjadi dengan motor saya. 2 hari ini dia sangat rewel. Dalam artian ada saja atraksi yang harus saya lakukan untuk membuatnya nyaman. Kenapa saya bercerita seolah-olah dia hidup? Memang begitulah saya memperlakukannya. Namanya Andra. Dia yang telah menemaniku keliling Makassar selama satu tahun lebih. Menemani ke kota, ke pelosok, di subuh buta, sampai tengah malam. Dia yang tidak pernah mengeluh. Ketika dia rewel saya juga ikut disusahkan.

Sebenarnya masalah pertama sudah muncul ketika saya menyervisnya bulan 12 yang lalu.

Mbak-mbak dealer : Mas, motornya yang 5965 AZ yah?
Saya : iya, kenapa mbak?
Mbak-mbak dealer : itu rantai motornya sudah kalah. Sudah mau diganti.
Saya : hah? Kok bisa? Kan baru setahun. Emang sudah harus diganti yah?
Mbak-mbak dealer : sebenarnya tergantung pemakaian yang punya motor. Kalo motornya gak dipake kemana mana pasti awet. Mas emang pakenya kemana saja?
Saya : Cuma ke Tamalanrea tiap hari. Plus ke Maros dan sekitarnya
(ya oloo, tamalanrea itu bukan Cuma! Itu 20 kilo dari rumahmu!)


Wakakaka, berbekal wangsit yang diberikan sama mbak-mbak dealer saya pun mulai was-was dengan keadaan Andra. Buset, gimana kalo nanti kenapa-napa. Ini bukan rantai sepeda yang bisa dipasang kapan saja. Syukur kalo rantai bagian belakang belakang yang lepas, gimana kalo bagian depannya? Alamat atraksi sangat berlebihan. Apalagi kalo didepan pujaan hati. Bisa hancur harga diri saya!

Ya, maafkan saya Andra! Saya belum bisa membiayaimu! 3 bulan saya memakainya terus-menerus. Rantainya sudah sangat parah kedengaran. Seakan-akan bisa putus dan hancur berantakan di tengah jalan. Peristiwa pertama lepasnya rantai motor ketika saya ke kampus bersama Wuri dan yang kedua pas ngantar mace beli ikan di Lelong. Cukup sudah! Saya tidak mau dipermalukan lagi. Akhirnya setelah saya mendapat honor dari transkrip wawancara dari tanta Anna. Akhirnya! Saya mengganti rantai motor saya! Tetapi masalah saya rupanya tidak selesai sampai disitu.

Selesai satu masalah. Muncul masalah lain. Masih ingat dengan cerita saya di blog yang ini. Nah, masalahnya sama. Bocor! Minggu ini sudah 3 kali saya mengalami nasib yang serupa.

*kronologis peristiwa

Peristiwa I
Hari senin saya, Nanie, Anbhar kelar nganterin surat ke beberapa sekolah. Tujuan terakhir adalah rapat di kantor untuk membuat draft kegiatan. Fixed. Saya kemudian melaju dengan kecepatan diatas 60 kilo per jam. Diluar kebiasaan. Alasan lain? Kebelet pipis! Sampai di depan Carrefour tamalanrea, motor tiba-tiba oleng. Pas saya lihat, bocor! Karena kelamaan dipake kempes, pentil bannya kalah. Harus ganti ban baru.

Peristiwa II
Hari sabtu, kelar dari bengkel gantai rantai dengan semangat saya balap Andra kemana pun. Nyalip sana sini. Klakson sana sini. Cendrawasih – Tamalanrea ditempuh hanya dengan waktu stengah jam. Tidak biasa. Andra diparkir seharian. Malamnya mau pulang saya sudah sampai di Pettarani. Sadar dompet saya kelupaan di meja. Buset! Saya balap lagi ke kantor dengan kecepatan 60 kilo per jam. Sangat tidak biasa. Sampai di kantor, naik ambil dompet, pulang. Pas mau jalan, baru liat bannya bocor. Oke, tambal! Kali ini ban depan.

Peristiwa III
Malam yang sama. Durasi kurang dari satu jam saya tambal ban depan. Berbekal mau tidur plus martabak yang saya beli sewaktu mengalami peristiwa II, saya pulang. Masih balap-balap. Pikiran saya apa yang terjadi? Sudah kena dua-duanya. Cuma Andra kayaknya masih marah sama saya. Masuk jalan Andi Tonro motor oleng! Hmm. Apa yang terjadi? Yo olooo. Ban belakangnya! Saya mendorong kurang lebih satu kilo mencari tukang tambal ban. Dapatnya di Mappaodang.

Peristiwa IV
Terakhir pagi tadi saya berniat jalan ke pantai. Sama Wincut. Oke, saya pertama tidak mau naik motor. Cuma karena takut merepotkan jadilah kami naik motor juga. Saya parkir di rumah sakit Stella Maris untuk kemudian jalan kaki mengelilingi pantai dan sekitarnya. Tujuan kami berikutnya adalah Paotere. Kami bergegas mengambil motor, ternyata ban depannya bocor lagi! Buset! Belum 12 jam saya menambalnya!

Ada beberapa asumsi yang saya utarakan mengenai peristiwa bocornya ban Andra,
1. tragedi yang menimpa motor kakak saya sekarang pindah sama saya. Motor dia juga begitu. Bocor tiap hari, sampai akhirnya dia jual dan diganti motor baru. Masa saya juga harus sampai menjualnya? Mitos atau fakta?
2. overweight? Hmm, saya? Dalam keempat kasus tadi bisa terhitung hanya saya seorang yang mengendarainya. Wincut tidak termasuk hitungan. Seberapa sih bobotnya dia. Dan saya? Saya kan juga imut! Mitos atau fakta?
3. sering ngebut? Ini kayaknya faktor penentu. Kayaknya Andra marah karena sering dikebut. Balap sana sini. Klakson sana sini. Hehehe. Saya yang gila karena sering mendengar motor saya tiba-tiba marah? Mitos atau fakta?

Ada satu yang saya perhatikan diantara tukang tambal ban itu. masing-masing memiliki ciri khas dalam menambal ban. Tidak semuanya sama. Mau tahu?

Tukang tambal ban 1.
Dalam menjalankan operasinya dia tidak menggunakan kompor atau bahan pemanas yang lain. Dia hanya menggunakah alat tambal praktis yang sudah jadi. Tinggal ditambah lem dan ditekan sedikit sedikit sudah kelar. Praktis tapi tidak tahan lama. Lokasi : depan Carrefour tamalanrea.

Tukang tambal ban 2.
Pertama melihat saya, dia sudah lincah menyalakan kompornya. Kompornya pun model penjual martabak. Yang menggunakan minyak tanah dan menggunakan angin yang di mampatkan. Ban yang bocor dibersihkan, dilap, dilem dan ditunggu setengah kering. Diberi penambal ban, dan ditempel pake besi yang sudah dipanaskan. Trik terakhir membasahi bagian dalam ban luar saya dan memasukkan ban dalam. Entah untuk apa. Lokasi : depan harapan baru tamalanrea. Samping penjual martabak.

Tukang tambal ban 3.
Sandi operasinya sangat hebat. Menggunakan kompor hock. Jadi bisa dipastikan skala kepanasan itu besi yang dipake untuk press. Standar yang sama, bocornya dicari trus dibersihkan. Dilem, dibiarkan kering sedikit kemudian ditambal. Kalau yang lain menggunakan bahan tempel yang lumayan besar, ini kecil sekali. Hanya dua kali besarnya lubang yang bocor. Apa yang beda? Ternyata kali ini dia menggunakan koran sebagai pengalasnya. Jadi susunannya ban, koran, pengalas besi, besi yang sudah dipanaskan. Di press. Holla! Bannya sudah beres kembali. Lokasi : jalan mappaodang, didepan travel entah-apa-namanya.

Tukang tambal ban 4.
Skeptis melihat bapak ini. Tidak ada alat alat tambahan selain peralatan untuk membongkar ban. Persepsi saya pasti sama modus operandinya bapak tukang tambal ban 1. ternyata tidak! Dia ini yang paling memuaskan. Setelah memulai standar operasi tambal ban, yang mencengangkan adalah bagaimana dia membuat besi yang panas. Dia menggunakan spritus sodara! Haha! Saya juga kaget. Kok ada sebotol cairan warna ungu di dekatnya? Setelah bannya di press, dia menggunakan tungku khusus yang bisa bergerak. Dia menuang spritus tersebut ke sebuah wadah, kemudian disulut pake api. Menyala! Saya Cuma bisa bengong. Dia memasukkan kedalam alat pressnya sampai membuat panas. Plus bapak ini memberikan tips dan trik dalam menambal ban. Lokasi : jalan pojok rumah sakit Stella Maris.

Moral cerita :
1. periksa angin ban motor anda sebelum digunakan.
2. jangan ngebut dalam kota.
3. servis motor kalau ada uang. Kalau waktunya servis dan tidak ada uang, lakukan apa saja!
4. ayo, siapa yang mau dibonceng lagi? Kali ini aman!



nb : gambarnya diambil dari sini

3 Comments to Balada tukang tambal ban

hhahhayyyy..
poor iQko!! *kaburr*

1. motor mu namanya andra? ato sy salah baca

2. ko juga percaya sama mbak2nya..sy bisa bayangkan muka bingungmu pas jawab,"sy cuma pake di ke tamalanrea.. " ihihihihi..

Iqho..Iqho.. salamku sama andra nah

@ nanie : untung bukan dirimu yg terbonceng

@ vita : iya namanya memang andra. hehehe...