Berperang (lagi)


Saya menyadari perjalanan terakhir ini tidak mudah. Dan tidak akan pernah mudah. Terbukti dari sekian banyak yang mengambil perjalanan ini, hanya sebagian (kecil) yang baru bisa menyelesaikannya. Itupun masih di pos persinggahan sementara. Sebagian sudah akan seminar proposal. Sudah mengeluarkan segenap tenaga. Dan itulah pembuktian mereka. Saya? Masih tertatih-tatih. Kalau bisa dikatakan saya malahan harus sedikit merubah rute perjalanan saya. Ada pengakuan yang keluar, bahwa memang konsep yang selama ini ada di dalam kepala saya tidak akan segampang itu. Kalau memang konsep yang semula akan saya ajukan sebagai tugas akhir, hanyalah sekedar pengikutan akan karya orang lain. Dan hasilnya? What a fuck! Semua konsep yang telah terbangun (dengan dasar yang tidak kuat, memang) akan hancur juga. Ketika saya memikirkan bahwa tinggal sedikit lagi saya akan menyelesaikan beberapa lembar BAB I, ternyata semuanya berubah!

”yang membedakan konsep sebuah skripsi dengan paper yaitu kau harus mempunyai suatu landasan teori komunikasi yang menjadi acuanmu. Kalau paper hanyalah penjelasan biasa saja mengenai suatu masalah. Ini lah nantinya yang akan menjabarkan akan kemana penjelasan yang akan kau urai mengenai masalah yang kau angkat. Kalau judul yang kau utarakan sekarang larinya akan jatuh ke konsep manajemen, sedangkan kamu anak komunikasi kan?” – ini kata kak Jimut

”sekarang kau yang memilih dari mana kau berangkat. Apakah kau berangkat dari sebuah teori komunikasi yang telah ada, kemudian kau mengujinya pada suatu kasus. Apakah teori komunikasi teresebut masih relevan dengan kasus yang kau angkat. Ataukah kau berangkat dari sebuah masalah, kemudian kau mencari teori komunikasi yang bisa menjelaskan mengapa masalah tersebut bisa terjadi.” – ini kata bang Ompe

”nah, tergantung apa pertanyaan penelitianmu. Ini yang akan menggambarkan apa yang akan kau paparkan di proposalmu.” – ini kata kak Riza

”kalau begitu akan melebar sekali konsep penelitianmu. Mending kau menarik persektif lain untuk melihat hal yang akan kau teliti. Bisa dari konsep kreatif iklannya, ataukah konsep efektifitas suatu iklan di radio. Disini bisa dicari konsep yang lain yang bisa kau ajukan.” – ini kata kak Norman

”kasih mengerucut dulu masalahmu. Masih absurd sekali masalah yang mau kau angkat. Nah setelah itu cari teori komunikasi yang bisa menjelaskannya. Bisa satu atau dua. Kalau memang teori tersebut mendukung satu sama lain. Sudah kamu baca buku philip kotler? Nah disitu kau bisa menggunakan dan mencari teori periklanan yang cocok. Atau cari bukunya dennis mcquail. Kau bisa gabungkan keduanya. Ingat, tidak mesti dua teori kamu pakai. Bisa saja satu asal mendukung apa subjek penelitianmu. Tapi yang jelas, yang harus kamu tentukan sekarang apa subjek yang akan kau teliti?" – ini kata Maryn

Huah! Tidak harus berkata apa sekarang. Menyerah? Bukan itu jalan keluar. Walaupun ada perkataan maryn yang sempat menyentak dan mengeluarkan kembali pikiran itu,

”memang susah mengerjakan proposal. Apalagi kamu juga kerja kan? Belum lagi kalau kamu pulang, pasti capek. Tidak sempat untuk membaca. Cuti saja dulu dari kerjaanmu, itu kalau kamu mau fokus di skripsi”

What? Sempat terpikir itu menjadi jalan keluar terbaik. Menyelesaikan dulu masalah dan utang terakhir. Karena skripsi ini adalah pembuktian terakhir. Tapi janganlah, apakah kita akan menyerah sedemikian gampang?

”itulah yang membuatnya berbeda. Ada kenyamanan dan tanggung jawab yang harus kau emban. Dengan kerjaanmu yang sekarang. Memang berat, tapi bukankah kau mengatakan kamu sudah mendapatkan kenyamanan finansial? Jadi hadapi saja” – ini kata Nuri

Ya, setelah perjuangan beberapa hari untuk mencarikan RAM buat komputer, setelah perjumpaan beberapa kali dengan darma untuk sekedar berkonsultasi dengan pembimbing akhir, setelah pertimbangan beberapa kali untuk membeli printer, setelah penilaian berkali-kali untuk membeli buku, semua ujung pertanyaan ini bukankah untuk satu jawaban? Proposal yang akan segera terkerjakan.

”ini adalah tembok yang harus kamu hadapi. Kalau memang kamu sudah berusaha untuk menembusnya dan tetap tembok itu tidak runtuh juga maka berhentilah. Berhenti bukan berarti berhenti untuk mencoba. Tetapi berhenti untuk membuang tenaga di tempat yang kamu tahu tidak akan menghasilkan apa-apa. Yang harus kamu akali sekarang mencari apakah di bagian tembok itu ada bagian yang retak ataukah ada bagian yang semennya tidak rata. Bisa jadi bagian ini yang rapuh dan bisa kamu runtuhkan dengan kekuatan kamu sekarang. Jangan pernah berhenti untuk mencoba. Cuma masalah waktu saja sampai kamu bisa melaluinya.” – ini kata kak Marni

Besok dua sahabat akan seminar proposal. Dwi, sahabat yang pernah menjadi rekan dalam kejahatan di kelas statistik. Sahabat yang mengenalkan pada biblioholic. Sahabat yang tidak pernah mentertawakan ketidak tahuanku. Sahabat yang selalu bisa diminta bantuan. Sahabat yang selalu tertawa bersama. Gaga, sahabat yang sangat mengerti saya. Sahabat yang menjadi penenang. Sahabat yang selalu bisa dijadikan tempat untuk pulang. Sahabat yang selalu ada. Semangat teman! Kami selalu bersamamu.

Sekarang apa yang akan saya lakukan? Sudah tergambarkan. Sudah ada planning yang akan saya jalankan. Sekarang saya akan merubah sedikit titik penelitian saya. Lebih banyak berbicara dengan orang lain yang lebih berkompeten. Lebih banyak membaca lagi. Dan tentu saja lebih banyak merendahkan hati lagi.

Cuma satu pada akhirnya. Kita akan berperang lagi.

0 Comments to Berperang (lagi)